Detail Artikel

Sambutan Dr. KH. M. Saad Ibrahim, M.A.

Sambutan Dr. KH. M. Saad Ibrahim, M.A.

Dalam sambutannya, Dr. KH. M. Saad Ibrahim membuka pesan dengan sebuah pengantar historis yang kuat: kisah bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Beliau menekankan bahwa peristiwa mengerikan tersebut menjadi bukti ekstrem bahwa teknologi — ketika tidak disertai moral dan keimanan — dapat menjelma menjadi kekuatan yang menghancurkan peradaban manusia. Teknologi yang sejatinya merupakan buah kecerdasan manusia, dapat berubah menjadi bencana jika tidak diarahkan oleh nilai-nilai kemanusiaan dan ketakwaan.


Teknologi & Senjata Pemusnah: Pelajaran dari Jimmy Carter dan Brezhnev

Masih dalam bingkai relasi antara kemajuan teknologi dan moralitas, KH. Saad mengisahkan kembali pertemuan bersejarah antara Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter dan pemimpin Uni Soviet Leonid Brezhnev pada masa Perang Dingin. Dalam pertemuan itu, keduanya membahas perjanjian pengendalian senjata pemusnah massal (arms control). Dua negara adidaya yang bertahun-tahun saling mengancam akhirnya menyadari: teknologi tanpa kendali moral hanya akan membawa dunia pada jurang kehancuran.


Kisah tersebut dijadikan penegasan bahwa kemajuan teknologi — baik dalam militer, industri, maupun pendidikan — harus selalu diimbangi dengan kompas moral, spiritual, dan kemanusiaan. Tanpa itu, teknologi akan kehilangan arah dan maknanya.


Stephen William Hawking dan Krisis Spiritualitas Sains Modern

KH. Saad kemudian menyinggung sosok ilmuwan besar modern Stephen William Hawking, seorang fisikawan teoritis, kosmolog, dan praktisi sains yang meraih berbagai penghargaan internasional. Hawking pernah mengemukakan bahwa sains tidak membutuhkan Tuhan untuk menjelaskan alam semesta. Bagi KH. Saad, pernyataan ini mencerminkan salah satu problem besar dunia modern: pemisahan total antara sains dan spiritualitas.


Beliau menegaskan bahwa ketika sains berdiri sendiri tanpa kesadaran ketuhanan, maka ia akan kehilangan dimensi etik, batin, dan tujuan hakiki — sebuah bahaya yang harus diwaspadai dalam era teknologi saat ini.


Pendidikan Mendalam: Jawaban Atas Krisis Peradaban

Berangkat dari narasi tersebut, KH. Saad menegaskan pentingnya pendidikan mendalam (deep education). Menurut beliau, pendidikan tidak boleh sekadar transfer pengetahuan atau keterampilan teknis. Pendidikan yang mendalam adalah pendidikan yang membentuk karakter, membangun kesadaran diri, menanamkan hikmah, dan menguatkan relasi manusia dengan Tuhan serta sesama manusia. Pendidikan semacam ini-lah yang menjadi benteng moral di tengah dunia yang semakin dikuasai teknologi dan kecerdasan buatan.


Ikon Ulama Muhammadiyah: Bukan Sekadar Warisan 4 Imam Mazhab

KH. Saad mengingatkan bahwa dalam tradisi Islam, kita mengenal tokoh-tokoh besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Namun, Muhammadiyah memiliki kekhasannya sendiri dalam memandang ulama.

Beliau menjelaskan bahwa ikon ulama Muhammadiyah bukan sekadar mereka yang mengikuti pola empat imam fikih, tetapi mereka yang memenuhi lima kriteria ulama berintegritas, yakni:


Penguasaan terhadap fenomena — mampu membaca realitas sosial, budaya, politik, dan zaman.

Menguasai ilmu pasti dan penalaran rasional — sebagai dasar berpikir objektif dan sistematis.

Kemampuan mendalam memahami nash Al-Qur’an dan Hadis — sebagai sumber nilai dan orientasi hidup.

Membangun hubungan spiritual dengan Allah — sehingga seluruh aktivitas berlandaskan ketakwaan.


Memberikan perhatian dan kontribusi kepada umat manusia — ilmu harus melahirkan manfaat sosial.

Beliau lalu mencontohkan beberapa tokoh besar Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun, dan para cendekiawan lainnya yang bukan hanya ahli agama, tetapi juga ulama yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Tokoh-tokoh seperti mereka-lah yang seharusnya menjadi inspirasi bagi Muhammadiyah: ulama yang berilmu, berkarakter, dan berorientasi kemanusiaan.


Era Teknologi dan Taruhan Eksistensi Agama

Di akhir sambutannya, KH. Saad memberikan peringatan serius: bahwa di masa depan, terutama dengan perkembangan kecerdasan buatan dan teknologi digital, eksistensi semua agama akan menghadapi ujian berat. Agama akan ditantang oleh rasionalitas sains, relativisme moral, dan cara hidup digital yang serba instan.


Oleh karena itu, umat Islam — khususnya warga Muhammadiyah — perlu memadukan sains, teknologi, dan iman dalam satu kesatuan yang harmonis. Pendidikan Muhammadiyah harus mampu melahirkan generasi yang kuat secara intelektual, kukuh secara spiritual, dan kokoh secara moral.


KH. Saad menutup sambutan dengan ajakan agar seluruh peserta menjadikan momentum BIMTEK ini sebagai langkah strategis untuk memantapkan kualitas pendidikan, memperkuat karakter, serta meneguhkan peran Muhammadiyah dalam membangun peradaban dunia.( RAYD) 

ARTIKEL TERKAIT

Kuliah di Stikom Bali

'